Rabu, 30 Januari 2013

Ketika Kau Kehilangan

"Kau tahu, hampir semua orang pernah kehilangan sesuatu yang berharga miliknya, amat berharga malah. Ada yang kehilangan sebagian tubuh mereka, cacat, kehilangan pekerjaan, kehilangan anak, orang-tua, benda-benda berharga, pasangan hidup, kesempatan, kepercayaan, nama baik, dan sebagainya. Dalam ukuran tertentu, kehilangan yang kau alami mungkin jauh lebih menyakitkan. Tetapi kita tidak sedang membicarakan ukuran relatif lebih atau kurang. Semua kehilangan itu menyakitkan."

“Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi, bukan dari sisi yang ditinggalkan. Dalam kasusmu misalnya, kepergian istrimu, penjelasan ini amatlah rumit kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisi kau sendiri, yang ditinggalkan. Kau harus memahami dari sisi istrimu yang pergi...”

“Kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisimu, maka kau akan mengutuk Tuhan, hanya mengembalikan kenangan masa-masa itu, bertanya apakah belum cukup penderitaan yang kau alami. Bertanya kenapa Tuhan tega mengambil kebahagiaan orang-orang baik, dan sebaliknya memudahkan orang-orang jahat. Kau tidak pernah berdamai dengan kematiaan istrimu.”

“Malam itu, Tuhan tidak sedang menghukummu, malam itu saat rembulan bersinar terang, saat gemintang tumpah ruah di angkasa menjelang subuh, saat itu Tuhan sedang mengirimkan seribu malaikat untuk menjemput istrimu. Subuh itu dia menjemput takdir terbaiknya, takdir langit yang hebat. Istrimu pergi setelah mendapatkan tujuan hidupnya...”

"Dari sanalah memahaminya. Dari sisi istrimu yang pergi, makau kau akan lapang menerimanya"

--Tere Liye, novel "Rembulan Tenggelam Di Wajahmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar