Saya bertanya: "Apa itu guru?"
Guru tersenyum: "Bahwa setiap ada kesulitan, akan selalu datang kemudahan. Setiap ada kabar buruk, akan senantiasa hadir kabar baik."
Saya mengangguk takjim: "Itu sungguh janji yang melegakan hati, Guru. Pantas untuk dipegang teguh"
Guru balas mengangguj, tersenyum.
Saya tiba2 mengangkat kepala, "Tapi guru, jika demikian, kenapa kami selalu merasa sedih dengan banyak kesulitan dan kabar buruk? Bukankah kalau janji itu benar, tidak ada lagi yang perlu jadi beban di pundak? Titik. Tidak ada lagi koma. semua sudah dikunci oleh kalimat tersebut?"Guru terdiam.
Saya menatap guru, menunggu jawabannya.
Guru diam lagi sejenak, menggeleng pelan, "Saya juga tidak tahu jawabannya, Nak. Terkadang, satu-dua kabar buruk, bisa dilewati dengan baik, dan tibalah kabar baiknya. Semua berakhir bahagia. Tapi terkadang, semua terasa sesak, menggelayut di punggung, membuat sesak menghela nafas, entah tidak tahu kapan kabar baiknya tiba. Kadang sudah gembira, merasa itu kabar baik, ternyata belum, malah tambah buruk. Saya boleh jadi lebih sering merasa sedih dengan banyak kesulitan dibanding kalian. Saya tidak tahu jawabannya, Nak."Saya menggaruk kepala. Aduh, kalau guru saja tidak tahu, bagaimana lagi?
Guru menatap tikar pandan, berkata pelan, "Mungkin kita semua harus terus belajar memahami janji itu hingga akhir hayat, Nak. Agar kita senantiasa merasa hidup dalam kehidupan. Mungkin semua kesulitan, kabar buruk, akan melengkapi kehidupan ini sendiri. Dan Tuhan memberikan janji itu, agar kita punya lampu saat semua terasa gelap, punya pegangan saat semua bergerak tidak tahu arahnya. Membuat kita menyadari kita ini manusia, hidup sebentar saja di muka bumi. Mungkin itulah."Saya ikut menatap tikar pandan. Itu berarti, apalagi saya, masih harus terus belajar.
~Notenya Bang D.T.L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar